Pembaca

Jumat, 17 Mei 2013

Filosofi Angka dan Jiwa


Mengenai dasar angka dan jiwa sangat menarik dikaji dan dikembangkan. Banyak filosof yang sudah membicarakan, namun secara dasar menjadi pembicaraan bahwa dari angka adalah bermakna sedikit diantara mereka. Pemikiran angka berasal dari dasar pemikiran yang sangat dalam. Angka adalah simbul untuk menunjukan sesuatu. Pada masa dahulu angka telah berkembang sebagai petunjuk dari subtansi diri, yaitu jiwa. Berdasarkan simbul bermakna mendalam sekali. Bila dipikirkan secara mendalam mengapa angka 1 dapat menjadi angka 2, lalu 3, 4,6,7,8,9,10, bilangan angka tak terbatas. Proses 1 menjadi 2 tak masuk akal, bagaimana prosesnya? Bagaimana berhubungan dengan jiwa? Apakah benar jiwa adalah angka?

Angka berhubungan dengan jiwa. Berawal dari angka 1 atau 0. Gambaran 1 dan 0 mempunyai filosofi yang bermakna. Angka 1 diartikan dengan ada. Sedang arti dari kosong diartikan tiada. Angka banyak dihubungankan dengan apa pun di alam semesta. Angka 1 menurut Phitagoras adalah sumber dari alam semesta berasal. Karena angka 1 adalah simbul exnihilo, semua berawal dari yang 1.  Konsep angka 0 dari ketiadaan merupakan simbul nihilo. Tak mungkin ada berasal dari tiada. Semua bermateri, berasal dari ada. Begitu juga alam semesta, tidak mungkin dapat ada dari sesuatu yang tidak ada.

Konsep angka 1 menjadikan alasan bahwa alam semesta berasal dari ada eksnihilo. Namun angka 0 berpandangan bahwa alam semesta berasal dari tiada atau nihilo. Konsep angka eksnihilo dapat diterjemahkan oleh jiwa. Secara garis besar jiwa adalah membuat tubuh ini bergerak, tak terbatas waktu sekarang. Jiwa banyak diumpamakan dengan air di dalam gelas. Tercampur antara sesuatu yang bersih dan kotor. Bahwa ketercampurannya secara kasat mata adalah bersih, namun kotornya tak dapat sulit untuk terlihat. Laut diumpamakan juga sebagai sumber jiwa.

Bagaimana manusia merasakan jiwa? Bagaimana sifat jiwa? Apakah jiwa adalah daya tari yang sangat bisa terasakan? Apakah adanya jiwa ada dihati? Dan bersifat kasihan. Rasa kasihan tersebut memang timbul namun karena pikiran lebih kuat menghitung.  Maka rasa kasihan memudar. Pikiran tersebut membuat sistem logika-logika dari hubungan pengalaman subyektif. Hasilnya pengalaman subyektif membahas bahwa kasihan harus disingkirkan agar manusia dapat lebih baik lagi. Berdasarkan teori bahwa jiwa dari yang satu. Jiwa terlepas dari form, namun ada pembuktian bahwa ukuran kepala orang yang dipenjara lebih kecil. Ternyata penelitian tersebut dibantah dengan pembuktian kepala kecil orang yang kecil ternyata mempunyai kemampuan bahasa asing sangat banyak. Walau kepala yang kecil bukan sebenarnya menunjukan bahwa orang tersebut penjahat, atau sebaliknya. Penelitian dari pengukuran kepala kecil sudah dibuktikan banyak orang dipenjara merupakan bukti bahwa jiwa ada, mempengaruhi perasaan dan pikiran.

Angka dihubungkan dengan jiwa sangat kompleksitasnya, dipastikan mempunyai hitungan yang sangat detail. Ukuran jiwa itu apa? Secara ril adalah melihat fungsi tubuh, mengetahui rasa, juga kebiasaan yang tak dapat dihindari secara sadar. Jiwa bersifat alamiah, menyangkut kesedihan, senang, sakit, rindu, sexualitas, tertawa, dan lainnya. Jiwa berhubungan dengan keberuntungan, kemalangan, kekayaan, kesehatan. Pembuktian dari sudut medis berkembang untuk menyelidiki, dan menetapkan tingkat kesuburan seseorang dari tanggal kelahiran. 

Dasar angka 1 dan 0, adalah gambaran nyata tetang keadaan jiwa. Memasuki 0 lalu menjadi 1 dan menjadi tak terhingga. Apakah angka berasaran itu ada tanpa 1. Begitu juga apakah 1 akan ada bila tanpa ada 0. Angka adalah subtansi dari jiwa berkembang dari tiada menjadi ada, atau sebaliknya dari ada menjadi tiada.  Apa yang terjadi dari angka lalu menjadi jiwa? 0 adalah ketiadaan. 1 adalah ada. Mengapa dari ada menjadi tiada? Apakah hanya tidak diketahui saja. Apakah sebenarnya jiwa adalah tiada? Apakah sebenar ada, tapi tiada? Ataukah sumber jiwa adalah tiada. Lalu mengapa menjadi ada?

Para Filosof Yunani Kuno, menentang ketiadaan alam semesta berawal dari ketiadaan. Pendapat mereka menganggap itu tidak benar. Jika alam semesta ini dari ketiadaan bagaimana dapat ada? Bila benar dari ketiadaan alam semesta tercipta, lalu mengapa alam semesta ini menjadi ada? Plato dengan Alam Idea menjadikan alam semesta ini berasal dari Idea, yaitu ‘Gagasan’ lalu terciptalah Alam Idea, dan menjadi alam semesta. Aristoteles membuat cara yang berbeda dan melengkapi dengan mengumpamakan ada 'sempurna' diam namun semua bergerak kepada yang 'sempurna' diam. Yang diam adalah sumber dari yang bergerak . Semua yang bergerak menuju kesempurnaan yaitu yang sempurna.

Pemikiran angka 0 adalah dapat menjadikan alam semesta ini. Dari mana asalnya? Apakah dari ketiadaan dapat menjadi ada? Bagaimana menjelaskannya? Sederhana Sidharta Gautama memberikan gambaran, bahwa alam semesta ini dari ketiadaan menjadi ada dan tiada lagi. Sama dengan perasaan dahulu tiada lalu menjadi ingin, dan menjadi tiada lagi. Jiwa melingkupi apa yang ada. Begitu juga alam semesta ada di jiwa. Simbul dari itu adalah kosong atau angka 0, adalah sumber dari angka-angka selanjutnya. Sidharta adalah filsuf India abad 5.SM. Pemikirannya adalah pergulatan tentang dirinya untuk mencapai kesempurnaan. Ketiadaan adalah teori jiwa tentang kehampaan, keadaan kesemuan, dan disimbulkan dengan angka 0.

Dasar dari jiwa akan dikenahui dengan angka kelahiran tertentu. Angka penjelmaan jiwa manusia, untuk mengetahui jati diri. Siapa pun menggunakan angka kelahiran. Manusia dilahirkan dari ada menjadi tiada. Bila ada sebelumnya manusia, ada dimana? Angka 0, adalah simbul untuk jiwa tentang keberadaannya tiada. Angka 1, menjadi hidup dan menjadi bilangan 2,3,4,5,6,7,8,9,10, entah bagaimana prosesnya, hingga tak terhingga, lalu menjadi 0, tiada. Bagaimana bilang-bilang tak terhingga dikalikan (x) dengan angka 0? Jawabnya pasti 0, kosong, tiada bilangan tak terhingga, semua menjadi kosong.