Mengenai dasar angka dan jiwa
sangat menarik dikaji dan dikembangkan. Banyak filosof yang sudah membicarakan,
namun secara dasar menjadi pembicaraan bahwa dari angka adalah bermakna sedikit
diantara mereka. Pemikiran angka berasal dari dasar pemikiran yang sangat
dalam. Angka adalah simbul untuk menunjukan sesuatu. Pada masa dahulu angka
telah berkembang sebagai petunjuk dari subtansi diri, yaitu jiwa. Berdasarkan
simbul bermakna mendalam sekali. Bila dipikirkan secara mendalam mengapa angka
1 dapat menjadi angka 2, lalu 3, 4,6,7,8,9,10, bilangan angka tak terbatas.
Proses 1 menjadi 2 tak masuk akal, bagaimana prosesnya? Bagaimana berhubungan
dengan jiwa? Apakah benar jiwa adalah angka?
Angka berhubungan dengan jiwa.
Berawal dari angka 1 atau 0. Gambaran 1 dan 0 mempunyai filosofi yang bermakna.
Angka 1 diartikan dengan ada. Sedang arti dari kosong diartikan tiada. Angka
banyak dihubungankan dengan apa pun di alam semesta. Angka 1 menurut Phitagoras
adalah sumber dari alam semesta berasal. Karena angka 1 adalah simbul exnihilo, semua berawal dari yang
1. Konsep angka 0 dari ketiadaan
merupakan simbul nihilo. Tak mungkin
ada berasal dari tiada. Semua bermateri, berasal dari ada. Begitu juga alam
semesta, tidak mungkin dapat ada dari sesuatu yang tidak ada.
Konsep angka 1 menjadikan alasan
bahwa alam semesta berasal dari ada eksnihilo.
Namun angka 0 berpandangan bahwa alam semesta berasal dari tiada atau nihilo. Konsep angka eksnihilo dapat
diterjemahkan oleh jiwa. Secara garis besar jiwa adalah membuat tubuh ini
bergerak, tak terbatas waktu sekarang. Jiwa banyak diumpamakan dengan air di
dalam gelas. Tercampur antara sesuatu yang bersih dan kotor. Bahwa
ketercampurannya secara kasat mata adalah bersih, namun kotornya tak dapat
sulit untuk terlihat. Laut diumpamakan juga sebagai sumber jiwa.
Bagaimana manusia merasakan jiwa?
Bagaimana sifat jiwa? Apakah jiwa adalah daya tari yang sangat bisa terasakan? Apakah
adanya jiwa ada dihati? Dan bersifat kasihan. Rasa kasihan tersebut memang
timbul namun karena pikiran lebih kuat menghitung. Maka rasa kasihan memudar. Pikiran tersebut
membuat sistem logika-logika dari hubungan pengalaman subyektif. Hasilnya
pengalaman subyektif membahas bahwa kasihan harus disingkirkan agar manusia
dapat lebih baik lagi. Berdasarkan teori bahwa jiwa dari yang satu. Jiwa
terlepas dari form, namun ada pembuktian bahwa ukuran kepala orang yang
dipenjara lebih kecil. Ternyata penelitian tersebut dibantah dengan pembuktian
kepala kecil orang yang kecil ternyata mempunyai kemampuan bahasa asing sangat
banyak. Walau kepala yang kecil bukan sebenarnya menunjukan bahwa orang
tersebut penjahat, atau sebaliknya. Penelitian dari pengukuran kepala kecil sudah
dibuktikan banyak orang dipenjara merupakan bukti bahwa jiwa ada, mempengaruhi
perasaan dan pikiran.
Angka dihubungkan dengan jiwa
sangat kompleksitasnya, dipastikan mempunyai hitungan yang sangat detail.
Ukuran jiwa itu apa? Secara ril adalah melihat fungsi tubuh, mengetahui rasa,
juga kebiasaan yang tak dapat dihindari secara sadar. Jiwa bersifat alamiah,
menyangkut kesedihan, senang, sakit, rindu, sexualitas, tertawa, dan lainnya.
Jiwa berhubungan dengan keberuntungan, kemalangan, kekayaan, kesehatan. Pembuktian dari sudut medis berkembang untuk menyelidiki, dan menetapkan tingkat kesuburan seseorang dari tanggal kelahiran.
Dasar angka 1 dan 0, adalah gambaran nyata
tetang keadaan jiwa. Memasuki 0 lalu menjadi 1 dan menjadi tak terhingga.
Apakah angka berasaran itu ada tanpa 1. Begitu juga apakah 1 akan ada bila
tanpa ada 0. Angka adalah subtansi dari jiwa berkembang dari tiada menjadi ada,
atau sebaliknya dari ada menjadi tiada. Apa yang terjadi dari angka lalu menjadi jiwa?
0 adalah ketiadaan. 1 adalah ada. Mengapa dari ada menjadi tiada? Apakah hanya
tidak diketahui saja. Apakah sebenarnya jiwa adalah tiada? Apakah sebenar ada,
tapi tiada? Ataukah sumber jiwa adalah tiada. Lalu mengapa menjadi ada?
Para
Filosof Yunani Kuno, menentang ketiadaan alam semesta berawal dari ketiadaan. Pendapat mereka menganggap itu tidak benar. Jika alam semesta ini dari ketiadaan bagaimana dapat ada? Bila benar dari ketiadaan alam semesta tercipta, lalu
mengapa alam semesta ini menjadi ada? Plato dengan Alam Idea menjadikan alam
semesta ini berasal dari Idea, yaitu ‘Gagasan’ lalu terciptalah Alam Idea, dan menjadi alam semesta. Aristoteles
membuat cara yang berbeda dan melengkapi dengan mengumpamakan ada 'sempurna' diam namun semua bergerak kepada yang 'sempurna' diam. Yang diam adalah sumber dari yang bergerak . Semua yang bergerak menuju
kesempurnaan yaitu yang sempurna.
Pemikiran angka 0 adalah dapat menjadikan
alam semesta ini. Dari mana asalnya? Apakah dari ketiadaan dapat menjadi ada? Bagaimana menjelaskannya? Sederhana
Sidharta Gautama memberikan gambaran, bahwa alam semesta ini dari ketiadaan
menjadi ada dan tiada lagi. Sama dengan perasaan dahulu tiada lalu menjadi
ingin, dan menjadi tiada lagi. Jiwa melingkupi apa yang ada. Begitu juga alam
semesta ada di jiwa. Simbul dari itu adalah kosong atau angka 0, adalah sumber
dari angka-angka selanjutnya. Sidharta adalah filsuf India abad 5.SM. Pemikirannya adalah pergulatan tentang dirinya untuk mencapai
kesempurnaan. Ketiadaan adalah teori jiwa tentang kehampaan, keadaan kesemuan, dan disimbulkan dengan angka 0.
Dasar dari jiwa akan dikenahui
dengan angka kelahiran tertentu. Angka penjelmaan jiwa manusia, untuk
mengetahui jati diri. Siapa pun menggunakan angka kelahiran. Manusia dilahirkan
dari ada menjadi tiada. Bila ada sebelumnya manusia, ada dimana? Angka 0,
adalah simbul untuk jiwa tentang keberadaannya tiada. Angka 1, menjadi hidup
dan menjadi bilangan 2,3,4,5,6,7,8,9,10, entah bagaimana prosesnya, hingga tak terhingga,
lalu menjadi 0, tiada. Bagaimana bilang-bilang tak terhingga dikalikan (x) dengan angka 0? Jawabnya pasti 0, kosong, tiada bilangan tak terhingga, semua menjadi kosong.