Dunia ilmu berkembang terus, sedang doktrin selalu sama. Ilmu berkembang dan tak akan pernah tahu kapan terhenti. Manusia akan terus mencipta, walau yang lainnya mati karena sexual dan pekerjaannya. Manusia menemui ketenangan dengan ilmu berdasarkan filosofi. Karena mereka mengetahui dasar dari ilmu, dan pengetahuan. Pengetahuan adalah informasi, sedang teori menyusun dengan sistematis, dan filosofi menguji, menguatkan, melandasi sistem di dalam teori berdiri. Dalam bahasa Ingris ilmu di sebut science, dan pengetahuan adalah knowledge, keduanya sangat berlainan. Ilmu atau science, adalah kosepsi pengetahuan khusus. Pengetahuan atau knowledge, adalah informasi yang belum tersusun, belum tersistematis, masih wacana, gagasan. Fundamental penting mengetahui pengertian-pengertian bahasa tersebut untuk dapat benar.
Apa dapat mengubah ilmu? Apa yang dapat mengubah dunia? Siapa yang mengubah? Aku terpenjara dalam ruang, lingkaran, orang-orang, bayang-bayang. Mengapa aku ada didalamnya? Aku tidak tahu. Aku ingin mencari tahu apakah ilmu dapat menjadi ilmu? Apakah ilmu dapat mengubah dunia? Siapa pengubah dunia? Apakah dari pikiran? Pikiran berasal proses, berdialektika pada diri, pengetahuan berkecamuk dengan teori-teori. Betapa manusia tak mengetahui dasar dari pengetahuan adalah cara berpikir. Menciptalah untuk pikiran ku. Pengaruhilah pikiran ku, dan aku akan berdialektika pada pikiran itu. Hancurkanlah pikiran ku, sehancur-hancurnya, sampai keyakinan ku menghilang, memudar kertas tinta tertulis bertemu air. Aku akan membangun pikiran lebih hebat. Aku akan menuliskan karya yang lebih besar. Tak perduli hati ku sakit. Aku cinta ilmu, seperti aku mencintai diri ku sendiri.
Ilmu adalah susunan pengetahuan lalu menjadi teori. Berarti teori menyusun pengetahuan menjadi ilmu. Proses untuk menjadi ilmu sangat panjang berdasarkan dari pemikiran yang teruji, kegagalan, kesedihan, memalukan, memakan umur, memakan uang. Semua berdasarkan filosofi menguatkan untuk dapat berkarya menjawab pertanyaan yang asing, pertanyaan menggelitik pengetahuan, teori-teori ditanyakan dan dilawan, dibanding-bandingkan dengan teori lainnya. Pertanyaan semuanya ingin masuk ke akal, ke hati ingin diyakini, ke pikiran untuk mengubah dunia. Apakah ada yang diubah? Ataukah cuma bayangan saja sehingga terbilang masuk akal? Lalu dunia mana yang berubah? Apakah dunia pengetahuan? Apakah dunia idealis? Apakah dunia secara keseluruhan? Jadi teori apa itu? Dan ilmu apa? Manusia tidak menghabiskan untuk menemukan satu teori ajaib, menjadi setiap detail teori, dan sempurna. Karena sifat teori adalah khusus, berdasarkan penelitian, ilmu yang dikembangkan.
Aku tahu banyak manusia pintar menciptakan teori, menciptakan dunia baru dengan hidupnya. Menciptakan dunia dengan komunitas. Lahirlah aliran pemikiran, aliran keilmuan, aliran teori, mereka mempunyai filosofi tersendiri. Membawa diri, kelompok, masyarakat, mengubah budaya, mengubah kebodohan-kebodohan menjadi kecerdasan tersendiri. Menambah bobot otak madern lebih besar dari pada manusia purba. Membawa moralitas yang berbeda, membawa relativitas kebenaran, membawa keyakinan baru, menjadi agama, menjadi aliran dalam agama, menjadi manusia-manusia baru. Terciptalah perlawanan atas budaya lama, terciptalah bentuk ideologi doktrinitas dengan sistematis mematikan akal sehat, mematikan pengetahuan lainnya. Pengetahuan lama dilumpuhkan oleh cuci otak. Manusia hanya mengenal ideologi, kebenarannya berdasar doktrinitas negara, agama, budaya. Ilmu menjadi terasing di dalam kampus, di dalam masyarakat, hanya ada di dalam otak pintar. Lebihnya budaya, agama, negara, melumpuhkan sendi perkembangan keilmuan dihadapan masyarakat banyak.
Aku bertanya kepada para mahasiswa dan mahasiswi, "selesai wisuda apa yang mereka lakukan?" Jawaban mereka ada dua, pertama,"mencari pekerjaan." dan jawaban kedua,"mau menikah." Apa yang diciptakan dalam kampus? Manusia pekerja, dan manusia sexual. Rupanya tiada pilihan dari sekian banyak. Mereka tidak ada keinginan menciptakan karya keilmuan. Aku juga melihat mereka menghabiskan waktu kuliah dengan berpacaran. Apa gunanya ilmu, dan bersenda gurau. Aku adalah proses dialektik dengan sekitar, atau kegagalan ku tidak sama dengan mereka. Aku di didik dari kecil hingga umur puluhan tahun namun mengapa tidak satu dapat mempengaruhi dalam hidup masyarakat. Aku tersadarkan mereka sudah pada doktrin budaya, agama, negara. Pengetahuan hanya diri ku saja. Aku belajar dan menghasilkan teori pun mereka tidak mengerti, karena otak mereka hanya pekerjaan dan sexual. Tulisan ku dianggap tidak jelas, dibaca pun sudah bagus. Sebatas membaca, dan butuh pengertian lama, apa lagi kesadaran hal itu masih jauh di jurang. Dimungkinkan keturunan ketiga mereka baru dapat menangkap teori yang mereka mendengarnya bagus atau aneh.
Aku teringat kakek ku bangga sekali membeli buku Soekarno,"Di Bawah Bendera Revolusi." Mendengar dari nenek ku yang ketus menyebutkan,"Kakek kamu suka membeli buku itu. Dia ceritakan kepada teman-temannya. Namun dia sendiri tidak pernah membacanya." Nenek ku pun senang melihat masa kecil ku membuka buku tua itu. Sungguh tidak ada yang menyentuh dari anak-anaknya dan cucunya selain aku sendiri. Daya tarik apa yang telah membuka buku dan membacanya. Apa yang mereka beli, belum tentu dibacanya. Teori, buku Soekarno tentang teori pemikiran tiga ideologi besar di dunia ingin di satukan yang dikenal Nasakom. Rakyat mana yang tahu tentang pemikirannya. Berapa banyak rakyat yang sudah membuka bukunya? Pada masanya, semua pemikirannya sedikit dimengerti. Teorinya berbenturan dengan agama, budaya, negara. Mereka menentang teori baru Soekarno.
Teori melahirkan ilmu, sifatnya selalu berubah karena kritisnya manusia memiliki penemuan-penemuan baru. Ilmu bersifat nilai ideal, nilai terbaik, nilai khusus, tidak universal. Filosofi mendasari untuk tetap kuat berdiri, berjalan, berkata, berada, dan nilainya universal. Dengan berdasarkan filosofi pastinya pemikiran dapat dirumuskan, membentuk pemikiran dengan pertanyaan jauh, mungkin muncul pertanyaan aneh hal itu dapat dimaklumi dan hal itu tak masalah. Permasalahnya adalah apakah teori itu sudah benar, sistematis, dengan rumusan tak tergoyahkan. Itulah fungsi filosofi, untuk mendasari ilmu dan teori. Sebab, semua teori memiliki kelemahan, yaitu tidak universal, karena teori harus khusus, bersifat kondisional. Filosofi menjaga untuk mengnangkis pertanyaan orang-orang dengan keilmuan ingin memecah teori.
Ciptakanlah teori. Bacalah teori mereka dalam keilmuan-keilmuan. Dunia renainsance dapat terjadi di pikiran manusia Indonesia. Negara akan adil karena kepintaran manusia didalamnya bertambah. Cintai pengetahuan, maka kepintaran akan tumbuh dan menjadi lebih besar. Cintai filosofi maka kesalahan akan diakui dan menjadi terus belajar kembali. Tidak ada cara selain belajar terus menerus, namun harus diingat banyak belajar akan cepat lupa. Manusia harus juga bersantai, tenang, sabar, tinggalkan pekerjaan, dan ganti suasana baru. Siapa pun masih ingat bagaimana teori-teori dilahirkan. Bagaiman Newton dengan perenungan, dibawah pohon Apel. Dimalam muncul bulan, ternyata Apel jatuh ke kepalanya. Pertanyaan muncul,"mengapa Apel jatuh dan Bulan tidak jatuh?" Lahirnya teori gravitasi. Semua bisa menjadi ilmuwan, namun mereka sibuk dalam pekerjaan tidak ada hubungan dengan keilmuannya dan sexual rumah tangga semata.